CAUSE
LOVE
Pagi ini, mentari sudah malas untuk menampakkan
sosoknya. Mungkin, karena sedang musimnya atau ada alasan lain? Ah… ku tak
tahu. Mungkin mentari sedang bersedih, ya seperti perasaaku saat ini. “saya
sudah siap dengan hari ini” kataku dalam hati sambil tersenyum didepan kaca
cermin yang setia memantulkan wajahku setiap pagi. Kuambil kunci motor diatas
meja dekat tumpukan buku dan akhirnya akupun meluncur dijalan raya. Tak
berselang lama aku telah sampai ditempatku mencari uang. Bukan mencari uang,
lebih tepatnya tempatku mencari senyum.
“pagi Kak Irfan” kata salah seorang pegawai ditempat
ini menyambutku dengan senyum hangat yang menurutku merubah suasana mendung
hari ini.
“pagi” balasku, dan kulangkahkan kaki ini menuju ruang
kerjaku. “Sepi sekali” pikirku. Masih pukul 9.00 pagi. Kubuka gadget dan “19”
ejaku, seakan dunia ini berhenti berputar. Bukan, bukan berhenti namun hanya
kembali ke memory masa silam.
Suara air yang mengguyur genting gedung ini seakan
menambah dingin suasana hatiku. Bukan hanya suasana, tapi hati, perasaan dan
jiwaku membeku seperti gunungan es yang seakan tak akan pernah bisa mencair.
Kulangkahkan kakiku mendekati jendela dan memastikan ini bukan hujan. Dan
ternyata, hujan turun saat ini juga. Tepat 9.00…
“Kriing…. Kriing…” suara bel berbunyi. Semua yang
berada disini bingung berlarian kesana-kemarin. “apakah kalian tidak pernah
berfikir, kalau menunggu itu lebih baik dari pada ditunggu” kataku dalam hati.
“makanya, tidur disamping kandang ayam saja. Biar
bangunnya pagi” kataku meledek mereka semua yang terkena razia terlambat.
“Irfan, turun” ha??? Aku kan sudah berada di balkon?
Kenapa aku dipanggil? Masak sih aku terkena razia?
“Iya Pak” jawabku gugup dan bingung
“hari ini, jam saya dikelasmu kan? Saya ada acara,
jadi semua teman kelas kalian suruh bersih-bersih Lab IPS lama dekat Lab Ipa”
“lab lama?”
“iya. Cepat sana, saya ada acara”
“acara apa Pak?”
“acara buat menghukum mereka”
“hahhahha…. Makanya tidurnya didekat kandang ayam aja”
“Irfan…” teriak Pak Burhan. Langsung lari…. ATUT…
Pak Burhan, guru IPSku tercinta. Hmzz… aku Irfan
dieka. Siswa IPS di SMU Putra Bangsa ini. Kau tahu, aku sangat tergila-gila
dengan yang namanya pelajaran IPS. Sampai diruang tidurku kutulis “I <3 IPS”
besaaar banget dengan tinta permanen. Lebay ya, hehehe… harapanku, semoga
setelah lulus nanti aku bias ikut mengelola perusaan milik ayah dan bunda.
Mereka juga mendukungku kok J.
Karena aku adalah Pak Ketua kelas XII IPS 6 ini, maka
aku yang mengomando semua jalannya bersih-bersih Lab IPS lama yang bau ini.
Pelajaran berlangsung 3 jam, sedangkan 1 jam pelajaran belum selesai Lab ini
sudah kinclong dalam bahasa Gua.
“untung aja kita free, gak jadi ulangan” kata Rio
sambil duduk disebelah kiriku
“tapi, semalem aku sudah STUDY HARD buat ulangan”
kataku penuh sesal
“karena kamu paling rajin” jawabnya enteng
“ya, kecewa dikit lah” sesalku
“kan Cuma dikit Fan. Ke kantin dulu ya”
“ya” so, aku ngapain sekarang? Jaga Lab? Sambil
belajar? It’s good idea. Kuambil buku IPSku tercintrong
dan kumulai belajar dibawah pohon asem depan Lab IPA yang bersebelahan dengan
Lab IPS.
“jangan injak” ejaku membaca tulisan di bawah pohon
ini. “maksutnya, jangan injak rumput ini gitu?” tanyaku pada diri sendiri. Ah…
biarin, rumputnya aja mau didudukin. Setelah kubelajar beberapa materi IPS,
belajarku tergangggu.
“pergi” kata perempuan membuatku mengalihkan
pandanganku tuk melihatnya
“apa?” tanyaku bingung
“udah ditulis, jangan duduk diatas ini”
“emang kenapa, apa alasannya. Duduk dimana saja bias
kan? Ditaman, rumput juga diduduki, di injak-injak pula” kataku cuek sambil
mengarahkan pandanganku ke buku ku lagi
“apa kau tak pernah berifkir, bahwa seburuk apapun
makhluk hidup itu juga memiliki hak untuk hidup” suaranya dengan nada bergetar
membuatku berdiri tuk memastikan dia tidak menangis
“tapi…” kuhentikan bicaraku. Dia pergi,???. Apakah aku
salah duduk disini? Bukannya rumput itu boleh diduduki ya? Ahh… bingung. Aku
jadi merasa bersalah sama perempuan tadi.
Sepulang sekolah, kuberdiri di bawah pohon asem depan
Lab IPA. Berdiri saja lah, biar gak kena marah sama perempuan tadi. Tuh Dia…
“hey…” teriakku sambil lari mendekatinya
“J”
dia hanya tersenyum. Apakah Dia lupa kalau aku telah membuatnya menangis?
“setelah ini, kemana?”
“pulang” jawabnya singkat dengan suara yang lembut
banget
“ikut aku yuk. Aku tau suatu tempat yang akan
membuatmu senang” pintaku
“hm… ? boleh” akhirnya siang ini juga kumengajaknya
kesebuah taman di sudut kota. Kuajak Dia duduk didekat sungai ditaman ini
sambil menikmati sebotol Pocari Sweat untuk menghilangkan panas.
“aku minta maaf tadi pagi” kumembuka suara
“lupakan” jawabnya enteng
“kenapa?” aku jadi bingung
“bukankah hidup itu untuk tersenyum? Dan menghilangkan
semua kebencian dan keburukan?” kalimatnya sudah kumengerti. Aku tak bicara
apapun setelah itu, dan kuajak dia pulang setelah beberapa waktu.
“ikut aku lagi yuk” pintaku setelah sekian lama
kumenunggunya di depan Lab IPA. Dan akhirnya Dia mau…
“kenapa kamu mengambil jurusan IPA? Bukankah lebih
mudah untuk mempelajari IPS?” tanyaku ketika di dekat sungai
“bukankah hidup dan kehidupan itu sebuah misteri?”
kalimatnya sudah kumengerti. Aku tak berbicara apapun setelah itu, dan kuajak
dia pulang setelah beberapa waktu.
“Ikut lagi Yuk. Please” pintaku sekian lama kumenunggu
didepan Lab sepulang sekolah. Hari ini, ketiga kalinya aku mengajaknya ketaman
ini.
“sungainya kering” katanya dengan nada suara besedih
“ya ini. Emangnya kenapa?” tanyaku
“bukankah kehidupan itu harus tetap mengalir laksana air
sungai ini?” lagi-lagi, kalimatnya sudah kumengerti. Aku tak bicara apapun
setelah itu, dan kuajak dia pulang setelah beberapa waktu.
Hari ke-empat. Aku semakin penasaran dengan sisi lain
sosok ini. Kuajak Dia ketempat itu lagi, dan berharap kutemukan jawaban dari
semua pertanyaanku.
“kenapa kau melindungi rumput kemarin?” tanyaku
“bukankah seburuk apapun makhluk hidup ciptaan tuhan,
juga memiliki hak untuk hidup?” lagi-lagi, kalimatnya sudah kumengerti. Aku tak
bicara apapun setelah itu, dan kuajak dia pulang setelah beberapa waktu.
Hari ini, aku ingin mengatakan sesuatu yang sangat
memenuhi hatiku. Aku merasa ada sesuatu yang aneh dari sosok itu. Aku ingin
mengenalnya lebih jauh.
“Kau tahu, alas an suangai kecil ini kering?” tanyaku
“tidak” jawabnya lembut sambil memandang kearahku
“karena, kamu sedang bahagia. Sebaliknya, jika kamu
bersedih sungai ini akan mengalir dengan amat derasnya. Kau tahu…”
“maaf aku harus pergi” potongnya. Kulihat sosok itu
pergi meninggalkanku, dengan sangat terburu-buru. Siapakah sebenarnya sosok
itu?
Kulihat ada selembar kertas yang tergeletak di
dekatku, tepat dimana dia duduk. Kuambil itu, dan kulihat dengan seksama.
“CAUSE LOVE” tertulis diatas kertas putih itu. Kuarah pandanganku lurus kedepan
menelusuri pandangan buram didepanku. Kini, aku semakin ingin tau misteri
tentangmu.
“apa kau pernah lihat, cewek berbando biru selalu
berada di Lab IPA ini?” tanyaku pada salah satu siswi yang baru saja keluar
dari Lab IPA
“maaf saya tidak tahu?” jawabnya. Sebenarnya, siapa
kau? Mengapa kau begitu misterius.
Hari berikutnya, kutunggu dia dibawah pohon asem depan
Lab IPA. Namun, tak kutemui sosoknya disini. Hari berikutnya, aku tak berdiri.
Tapi, aku duduk dan berharap dia akan dating dan menemuiku. Namun, masih aku
tak menemuinya siang ini.
Pagi, mendung sekali. Mungkin beberapa saat lagi, akan
hujan. Aku dapat tugas dari Pak Burhan, untuk mengantarkan buku ke Lab IPS
lama. Kulaksanakan tugas itu dengan senang hati, meskipun bukunya berat banget.
“happy Birt Day too You” lagu selamat ulang tahun terdengar dari Lab IPS ini.
Kurasa sumbernya dari Lab IPA sebelah. Kuintip, tak ada gurunya. Kulihat yang
sedang berdiri didepan kue tart, itu sosok yang kucari beberapa hari ini.
Kutulis sesuatu dengan tinta hitam diselembar kertas. “aku tahu apa maksud dari
kata-katamu. Kau tahu, sungai ditaman kini sudah mengalir :) ayo, lihat aliran
itu bersama-sama” kuketuk pinta Lab IPA. Dan ada yang membukanya, sosok itu
kini didepanku.
“kemana saja kau? Sungai di taman, kini sudah
mengalir” bisikku ditelinga kanannya sambil kuberikan kertas itu. Kemudian aku
kabur sejauh mungkin,…
“anak-anak hari ini kita bebas. Karena disekolah akan
diadakan fogging. Jadi kalian semua pulang pukul 7. Setelah mendengar
pengumuman dari Pak Burhan, aku langsung pergi ke took bunga. Membeli bunga
Lily putih dan kuberi sebuah kata “hari ulang tahun bukan hanya sebuah hari
yang berulang setiap tahunnya, namun itu penuh makna” kupergi kesungai. Duduk
dibawah pohon ini, membuatku damai. Aku tahu sekarang…
Kulihat arloji, pukul 9.00 mendung sekali. Tak berselang
lama, hujan turun. Kuberteduh di bawah pohon rindang ini. Baju dan tasku basah,
namun kujaga bunga ini agar tetap kering. “kenapa kau tak dating? Semestinya
kamu sudah tahu maksut dari kata-kataku tadi” tanyaku dalam hati. Hujanpun
berhenti, setelah pukul 9.41 . ada seorang laki-laki berlari dari kejauhan,
mendekatiku. Dia hanya tersenyum dan memberiku selembar kertas yang tak
terbungkus apapun. Dan secepat kilat dia pergi…
“Senangnya aku, jika sungai sudah mengalir. Kau salah
jika sungai itu kering karena aku terus merasa senang. Aku tahu, kau ingin
mencari sisi lain dari hidupku. Tak akan kubiarkan kau mengetahuinya, karena
aku adalah aku dank kau adalah engkau” kubaca tulisan itu. Apakah yang
sebenarnya terjadi?
Tutt…tuttt…. Ponselku berbunyi. Dari Aiman,
“halo..”
“hey.. Fan. Kau dimana? Ada berita Duka”
“berita apa?” tanyaku bingung sendiri
“ada salah satu adik kelas kita yang meninggal”
“ha? Siapa?”
“adik kelas IPA yang rajin itu low” jelasnya. Apa yang
terjadi??
“IPA? Siapa?”
“namanya… lupa aku. Pokoknya dia rajin ke Lab IPA.
Kamu ingat saat kamu cerita ke aku, ada cewek marah-marah karena kamu duduk
dibawah pohon asem?”
“ya, kenapa Dia?”
“ya itu dia” deg, apakah dunia telah berhenti
berputar? Kenapa semua ini terjadi? Apa salahku? Kenapa kau mengambilnya Tuhan?
Kuarahkan pandanganku yang semakin kabur di ujung
sungai. Sungai memang telah mengalir, mengapa kini aku sendiri yang
menyaksikannya. Mana janjimu? Kudekati pinggiran sungai itu, kuraih airnya.
Segar dan jernih. “mungkin, benar. CAUSE LOVE” Kuletakkan bunga lily itu
dipinggir sungai. Arus kencangnya telah membawanya pergi menuju hilir.
Pukul 6.55, aku masih beradadirumah. Malas sekali
untuk pergi kesekolah. Kulihat tulisan “I <3 IPS” dikamarku. “kau hanya
sebuah kalimat” kataku sebelum meninggalkan ruangan ini. Sampai depan gerbang,
bel sudah berbunyi.
“kok siang nak Irfan?” Tanya Pak Basuki, satpam
sekolah. Aku hanya tersenyum, yang menurutku membuat wajahku tambah asem.
Kulewat papan pengumuman. “Raya, sahabat kita kelas XI
IPA. Telah pergi meninggalkan kita selamanya, semoga dia selalu berada pada
tempat yang indah” kulihat dengan seksama foto yang ditempel itu. Benar sosok
itu, kenapa kau memanggilnya Tuhan. Tau kah Kau, aku ingin mengenalnya.
“eh, kamu tahu ini siapa?” tanyaku pada siswi yang
lewat di belakangku
“itu Raya”
“apakah Dia, cewek yang sering pakai bando biru? Lalu
favoritnya di Lab IPA?” tanyaku dengan nada bingung
“you are right” ha??
“dia bernama Raya? Kenapa dia meninggal?”
“dia sakit kanker darah sejak setahun lalu”
“kemarinkan, dia ulang tahun?”
“iya, dia ulang tahun. Dia meninggal pukul 9.00 tepat
kemarin pagi”
“ketika hujan?”
“iya. Sudah ya Kak” Tuhan, mengapa kau memanggilnya???
“Bundaaaa……” treiakku memanggil bunda dari dalam
kamar.
“ada apa Irfan?” Tanya bunda bingung
“aku ingin pindah ke IPA”
“apa? Apa maksutmu?” Tanya ayah yang ikut masuk kamar
“apa Bunda dan ayah tahu, aku tersiksa oleh IPS. Ayah
dan bunda, tak pernah memberiku pilihan. Aku ingin IPA”
“jangan kau bersekolah jika kau tak bias mnegikuti
keinginan ayah” ujar ayah
“kenapa aku harus mengikuti keinginan ayah?” berperang
dengan semua keadaan. Aku tak tahu Tuhan, apa keinginanku. Kuoleskan semua
tinta permanenku kehuruf S yang berada ditembok. Kini, aku menyukai IPA, bukan
IPS. Kuketik surat untuk meminta pindah kelas ke IPA. Kuminta tanda tangan
ayah, meskipun harus kena tamparan pedihnya.
“kau, tahu, kau sudah kelas XII. Kenapa kau mengambil
keputusan seperti ini?”
“karena ayah, tidak pernah mendengar semua
keinginanku” akhirnya kudapatkan tanda tangan ayah, setelah 2 kali kudapatkan
tamparannya.
Kuajukan surat itu kesekolah, Pak Burhan
menanggapinya. Semua bertanya ada apa dengan diriku. Tapi, aku tak punya alas
an unutuk menjawabnya. Semua seklah IPSku terbengkalai, sekarang IPA adalah
cita-citaku. Meskipun aku tahu, ini sangat berat bagiku.
Hari kelulusan tiba. Aku tak bisa berfikir tentang
nilai sekolahku. Andaikan itu terburuk, bukankah kita harus tetap tersenyum?
Bukankah hidup dan kehidupan adalah misteri? Sehingga semua tak bias ditebak.
Bukankah hidup harus tetap mengalir seperti air pada sungai?
“selamat, kamu mendapatkan nilai terbaik. 9,5” kata
Rio sambil menyalamiku. Tak ku sangka, jika kita memang bersungguh-sungguh,
hasilnya pasti memuaskan.
Akhirnya, aku diterima difakultas terfavorit di
Indonesia. Tidak seperti yang lain, aku bisa menyelesaikan study S1
kedokteranku selama 3 tahun. Setelah itu, kulanjutkan study S2 selama 3 tahun
pula. Aku mendapat nilai terbaik di fakultas ini. Tuhan, kau memang sangat
baik. Hingga hari ini, aku menerima hasil dari semua kerja kerasku. Aku
diterima di rumah sakit terbaik dikotaku. Aku menjadi dokter yang sangat
dihandalkan oleh semuanya. Ternyata, kesuksesan berasal dari dalam diri
sendiri…
Pagi ini, cuaca sudah mendung. Matahari mungkin sedang
bersedih, pikirku. Kutersenyum lebar selebar-lebarnya didepan cermin datar ini.
Kumasukkan jaket putih bergaris biru muda kedalam tasku. Kupakai jas putih yang
selalu menemaniku dalam keadaan sedih dan senang ini. Kuambil kunci motor
didekat tumpukan buku-buku referensiku. Kuluncurkan roda motor maticku ke atas
jalan raya. Mendung sekali, pikirku.
“pagi Kak Irfan” sapa salah satu cleaning service di
sini.
“pagi” jawabku. Aku biasa dipanggil mereka dengan
sebutan Kakak, karena aku yang paling muda diantara dokter-dokter yang lain.
Kubuka pintu ruang kerjaku, dan kuletakkan tas dikursi.
Sepi sekali, pikirku. Kulihat arlojiku, Puku 9.00
pagi. Kubuka gadget,”Sembilan belas” ucapku. Seketika kudengar suara air hujan
mengguyur genting gedung ini. Kudekati jendela dan kupastikan ini bukan hujan.
Ternyata hujan, telah mengguyur kotaku. “hujan ini, mengingatkanku akan sebuha
kenangan. Dimana aku, mulai memiliki rasa ingin tahu dan sangat ingin tahu. Kau
telah membuatku berubah. Tetapi maaf, aku tak bias berhenti tuk menelusuri
semua tentangmu” kataku sembari tersenyum.
Pukul 9.41, hujan reda. Sama seperti tahun-tahun yang
telah berlalu, semua hujan turun pukul 9.00 dan berhenti pukul sepuluh kurang
Sembilan belas menit. saat ini juga aku telah berdiri disebuah tempat. Tempatku
menemukan arti hidup yang sesungguhnya. “bukankah hidup itu untuk tersenyum?
Dan menghilangkan semua kebencian dan keburukan?” bukankah hidup dan kehidupan
itu sebuah misteri? bukankah kehidupan itu harus tetap mengalir laksana sungai
ini?” aku masih bisa mendengar ucapanmu.
Kulihat pandangan nan jauh disana, semakin kabur.
Ternyata, sungai ini bergantung pada diriku sediri. Sungai ini kering, ketika
aku merasa senang didekatmu. Kini, sungai ini mengalir dan tak pernah berhenti
sejak hari itu. Hari dimana aku tau makna sebuah cinta.
Kudekati pinggiran sungai itu, kuletakkan setangkai
lily yang kubawa dipinggiran sungai. Arus kencangnya membawanya sampai hilir.
Kududuk dibawah pohon rindang ini, kubuka 2 lembar kertas kusam yang lipatannya
sangat licin. Tak kubaca, kumasukkan kesebuah botol kaca yang kututul rapat.
Kulemparkan botol itu, ke arah sungai. “semoga, kau nan jauh disana tahu bahwa
aku sudah melupakanmu. Aku adalah aku, dan kau adalah engkau”
_Reyz_
by : Always_susanti.corp
publish : & dk_san