Jumat, 08 November 2013

CAUSE LOVE

Pagi ini, mentari sudah malas untuk menampakkan sosoknya. Mungkin, karena sedang musimnya atau ada alasan lain? Ah… ku tak tahu. Mungkin mentari sedang bersedih, ya seperti perasaaku saat ini. “saya sudah siap dengan hari ini” kataku dalam hati sambil tersenyum didepan kaca cermin yang setia memantulkan wajahku setiap pagi. Kuambil kunci motor diatas meja dekat tumpukan buku dan akhirnya akupun meluncur dijalan raya. Tak berselang lama aku telah sampai ditempatku mencari uang. Bukan mencari uang, lebih tepatnya tempatku mencari senyum.
“pagi Kak Irfan” kata salah seorang pegawai ditempat ini menyambutku dengan senyum hangat yang menurutku merubah suasana mendung hari ini.
“pagi” balasku, dan kulangkahkan kaki ini menuju ruang kerjaku. “Sepi sekali” pikirku. Masih pukul 9.00 pagi. Kubuka gadget dan “19” ejaku, seakan dunia ini berhenti berputar. Bukan, bukan berhenti namun hanya kembali ke memory masa silam.
Suara air yang mengguyur genting gedung ini seakan menambah dingin suasana hatiku. Bukan hanya suasana, tapi hati, perasaan dan jiwaku membeku seperti gunungan es yang seakan tak akan pernah bisa mencair. Kulangkahkan kakiku mendekati jendela dan memastikan ini bukan hujan. Dan ternyata, hujan turun saat ini juga. Tepat 9.00…
“Kriing…. Kriing…” suara bel berbunyi. Semua yang berada disini bingung berlarian kesana-kemarin. “apakah kalian tidak pernah berfikir, kalau menunggu itu lebih baik dari pada ditunggu” kataku dalam hati.
“makanya, tidur disamping kandang ayam saja. Biar bangunnya pagi” kataku meledek mereka semua yang terkena razia terlambat.
“Irfan, turun” ha??? Aku kan sudah berada di balkon? Kenapa aku dipanggil? Masak sih aku terkena razia?
“Iya Pak” jawabku gugup dan bingung
“hari ini, jam saya dikelasmu kan? Saya ada acara, jadi semua teman kelas kalian suruh bersih-bersih Lab IPS lama dekat Lab Ipa”
“lab lama?”
“iya. Cepat sana, saya ada acara”
“acara apa Pak?”
“acara buat menghukum mereka”
“hahhahha…. Makanya tidurnya didekat kandang ayam aja”
“Irfan…” teriak Pak Burhan. Langsung lari…. ATUT…
Pak Burhan, guru IPSku tercinta. Hmzz… aku Irfan dieka. Siswa IPS di SMU Putra Bangsa ini. Kau tahu, aku sangat tergila-gila dengan yang namanya pelajaran IPS. Sampai diruang tidurku kutulis “I <3 IPS” besaaar banget dengan tinta permanen. Lebay ya, hehehe… harapanku, semoga setelah lulus nanti aku bias ikut mengelola perusaan milik ayah dan bunda. Mereka juga mendukungku kok J.
Karena aku adalah Pak Ketua kelas XII IPS 6 ini, maka aku yang mengomando semua jalannya bersih-bersih Lab IPS lama yang bau ini. Pelajaran berlangsung 3 jam, sedangkan 1 jam pelajaran belum selesai Lab ini sudah kinclong dalam bahasa Gua.
“untung aja kita free, gak jadi ulangan” kata Rio sambil duduk disebelah kiriku
“tapi, semalem aku sudah STUDY HARD buat ulangan” kataku penuh sesal
“karena kamu paling rajin” jawabnya enteng
“ya, kecewa dikit lah” sesalku
“kan Cuma dikit Fan. Ke kantin dulu ya”
“ya” so, aku ngapain sekarang? Jaga Lab? Sambil belajar? It’s good idea. Kuambil buku IPSku tercintrong dan kumulai belajar dibawah pohon asem depan Lab IPA yang bersebelahan dengan Lab IPS.
“jangan injak” ejaku membaca tulisan di bawah pohon ini. “maksutnya, jangan injak rumput ini gitu?” tanyaku pada diri sendiri. Ah… biarin, rumputnya aja mau didudukin. Setelah kubelajar beberapa materi IPS, belajarku  tergangggu.
“pergi” kata perempuan membuatku mengalihkan pandanganku tuk melihatnya
“apa?” tanyaku bingung
“udah ditulis, jangan duduk diatas ini”
“emang kenapa, apa alasannya. Duduk dimana saja bias kan? Ditaman, rumput juga diduduki, di injak-injak pula” kataku cuek sambil mengarahkan pandanganku ke buku ku lagi
“apa kau tak pernah berifkir, bahwa seburuk apapun makhluk hidup itu juga memiliki hak untuk hidup” suaranya dengan nada bergetar membuatku berdiri tuk memastikan dia tidak menangis
“tapi…” kuhentikan bicaraku. Dia pergi,???. Apakah aku salah duduk disini? Bukannya rumput itu boleh diduduki ya? Ahh… bingung. Aku jadi merasa bersalah sama perempuan tadi.
Sepulang sekolah, kuberdiri di bawah pohon asem depan Lab IPA. Berdiri saja lah, biar gak kena marah sama perempuan tadi. Tuh Dia…
“hey…” teriakku sambil lari mendekatinya
J” dia hanya tersenyum. Apakah Dia lupa kalau aku telah membuatnya menangis?
“setelah ini, kemana?”
“pulang” jawabnya singkat dengan suara yang lembut banget
“ikut aku yuk. Aku tau suatu tempat yang akan membuatmu senang” pintaku
“hm… ? boleh” akhirnya siang ini juga kumengajaknya kesebuah taman di sudut kota. Kuajak Dia duduk didekat sungai ditaman ini sambil menikmati sebotol Pocari Sweat untuk menghilangkan panas.
“aku minta maaf tadi pagi” kumembuka suara
“lupakan” jawabnya enteng
“kenapa?” aku jadi bingung
“bukankah hidup itu untuk tersenyum? Dan menghilangkan semua kebencian dan keburukan?” kalimatnya sudah kumengerti. Aku tak bicara apapun setelah itu, dan kuajak dia pulang setelah beberapa waktu.
“ikut aku lagi yuk” pintaku setelah sekian lama kumenunggunya di depan Lab IPA. Dan akhirnya Dia mau…
“kenapa kamu mengambil jurusan IPA? Bukankah lebih mudah untuk mempelajari IPS?” tanyaku ketika di dekat sungai
“bukankah hidup dan kehidupan itu sebuah misteri?” kalimatnya sudah kumengerti. Aku tak berbicara apapun setelah itu, dan kuajak dia pulang setelah beberapa waktu.
“Ikut lagi Yuk. Please” pintaku sekian lama kumenunggu didepan Lab sepulang sekolah. Hari ini, ketiga kalinya aku mengajaknya ketaman ini.
“sungainya kering” katanya dengan nada suara besedih
“ya ini. Emangnya kenapa?” tanyaku
“bukankah kehidupan itu harus tetap mengalir laksana air sungai ini?” lagi-lagi, kalimatnya sudah kumengerti. Aku tak bicara apapun setelah itu, dan kuajak dia pulang setelah beberapa waktu.
Hari ke-empat. Aku semakin penasaran dengan sisi lain sosok ini. Kuajak Dia ketempat itu lagi, dan berharap kutemukan jawaban dari semua pertanyaanku.
“kenapa kau melindungi rumput kemarin?” tanyaku
“bukankah seburuk apapun makhluk hidup ciptaan tuhan, juga memiliki hak untuk hidup?” lagi-lagi, kalimatnya sudah kumengerti. Aku tak bicara apapun setelah itu, dan kuajak dia pulang setelah beberapa waktu.
Hari ini, aku ingin mengatakan sesuatu yang sangat memenuhi hatiku. Aku merasa ada sesuatu yang aneh dari sosok itu. Aku ingin mengenalnya lebih jauh.
“Kau tahu, alas an suangai kecil ini kering?” tanyaku
“tidak” jawabnya lembut sambil memandang kearahku
“karena, kamu sedang bahagia. Sebaliknya, jika kamu bersedih sungai ini akan mengalir dengan amat derasnya. Kau tahu…”
“maaf aku harus pergi” potongnya. Kulihat sosok itu pergi meninggalkanku, dengan sangat terburu-buru. Siapakah sebenarnya sosok itu?
Kulihat ada selembar kertas yang tergeletak di dekatku, tepat dimana dia duduk. Kuambil itu, dan kulihat dengan seksama. “CAUSE LOVE” tertulis diatas kertas putih itu. Kuarah pandanganku lurus kedepan menelusuri pandangan buram didepanku. Kini, aku semakin ingin tau misteri tentangmu.
“apa kau pernah lihat, cewek berbando biru selalu berada di Lab IPA ini?” tanyaku pada salah satu siswi yang baru saja keluar dari Lab IPA
“maaf saya tidak tahu?” jawabnya. Sebenarnya, siapa kau? Mengapa kau begitu misterius.
Hari berikutnya, kutunggu dia dibawah pohon asem depan Lab IPA. Namun, tak kutemui sosoknya disini. Hari berikutnya, aku tak berdiri. Tapi, aku duduk dan berharap dia akan dating dan menemuiku. Namun, masih aku tak menemuinya siang ini.
Pagi, mendung sekali. Mungkin beberapa saat lagi, akan hujan. Aku dapat tugas dari Pak Burhan, untuk mengantarkan buku ke Lab IPS lama. Kulaksanakan tugas itu dengan senang hati, meskipun bukunya berat banget. “happy Birt Day too You” lagu selamat ulang tahun terdengar dari Lab IPS ini. Kurasa sumbernya dari Lab IPA sebelah. Kuintip, tak ada gurunya. Kulihat yang sedang berdiri didepan kue tart, itu sosok yang kucari beberapa hari ini. Kutulis sesuatu dengan tinta hitam diselembar kertas. “aku tahu apa maksud dari kata-katamu. Kau tahu, sungai ditaman kini sudah mengalir :) ayo, lihat aliran itu bersama-sama” kuketuk pinta Lab IPA. Dan ada yang membukanya, sosok itu kini didepanku.
“kemana saja kau? Sungai di taman, kini sudah mengalir” bisikku ditelinga kanannya sambil kuberikan kertas itu. Kemudian aku kabur sejauh mungkin,…
“anak-anak hari ini kita bebas. Karena disekolah akan diadakan fogging. Jadi kalian semua pulang pukul 7. Setelah mendengar pengumuman dari Pak Burhan, aku langsung pergi ke took bunga. Membeli bunga Lily putih dan kuberi sebuah kata “hari ulang tahun bukan hanya sebuah hari yang berulang setiap tahunnya, namun itu penuh makna” kupergi kesungai. Duduk dibawah pohon ini, membuatku damai. Aku tahu sekarang…
Kulihat arloji, pukul 9.00 mendung sekali. Tak berselang lama, hujan turun. Kuberteduh di bawah pohon rindang ini. Baju dan tasku basah, namun kujaga bunga ini agar tetap kering. “kenapa kau tak dating? Semestinya kamu sudah tahu maksut dari kata-kataku tadi” tanyaku dalam hati. Hujanpun berhenti, setelah pukul 9.41 . ada seorang laki-laki berlari dari kejauhan, mendekatiku. Dia hanya tersenyum dan memberiku selembar kertas yang tak terbungkus apapun. Dan secepat kilat dia pergi…
“Senangnya aku, jika sungai sudah mengalir. Kau salah jika sungai itu kering karena aku terus merasa senang. Aku tahu, kau ingin mencari sisi lain dari hidupku. Tak akan kubiarkan kau mengetahuinya, karena aku adalah aku dank kau adalah engkau” kubaca tulisan itu. Apakah yang sebenarnya terjadi?
Tutt…tuttt…. Ponselku berbunyi. Dari Aiman,
“halo..”
“hey.. Fan. Kau dimana? Ada berita Duka”
“berita apa?” tanyaku bingung sendiri
“ada salah satu adik kelas kita yang meninggal”
“ha? Siapa?”
“adik kelas IPA yang rajin itu low” jelasnya. Apa yang terjadi??
“IPA? Siapa?”
“namanya… lupa aku. Pokoknya dia rajin ke Lab IPA. Kamu ingat saat kamu cerita ke aku, ada cewek marah-marah karena kamu duduk dibawah pohon asem?”
“ya, kenapa Dia?”
“ya itu dia” deg, apakah dunia telah berhenti berputar? Kenapa semua ini terjadi? Apa salahku? Kenapa kau mengambilnya Tuhan?
Kuarahkan pandanganku yang semakin kabur di ujung sungai. Sungai memang telah mengalir, mengapa kini aku sendiri yang menyaksikannya. Mana janjimu? Kudekati pinggiran sungai itu, kuraih airnya. Segar dan jernih. “mungkin, benar. CAUSE LOVE” Kuletakkan bunga lily itu dipinggir sungai. Arus kencangnya telah membawanya pergi menuju hilir.
Pukul 6.55, aku masih beradadirumah. Malas sekali untuk pergi kesekolah. Kulihat tulisan “I <3 IPS” dikamarku. “kau hanya sebuah kalimat” kataku sebelum meninggalkan ruangan ini. Sampai depan gerbang, bel sudah berbunyi.
“kok siang nak Irfan?” Tanya Pak Basuki, satpam sekolah. Aku hanya tersenyum, yang menurutku membuat wajahku tambah asem.
Kulewat papan pengumuman. “Raya, sahabat kita kelas XI IPA. Telah pergi meninggalkan kita selamanya, semoga dia selalu berada pada tempat yang indah” kulihat dengan seksama foto yang ditempel itu. Benar sosok itu, kenapa kau memanggilnya Tuhan. Tau kah Kau, aku ingin mengenalnya.
“eh, kamu tahu ini siapa?” tanyaku pada siswi yang lewat di belakangku
“itu Raya”
“apakah Dia, cewek yang sering pakai bando biru? Lalu favoritnya di Lab IPA?” tanyaku dengan nada bingung
“you are right” ha??
“dia bernama Raya? Kenapa dia meninggal?”
“dia sakit kanker darah sejak setahun lalu”
“kemarinkan, dia ulang tahun?”
“iya, dia ulang tahun. Dia meninggal pukul 9.00 tepat kemarin pagi”
“ketika hujan?”
“iya. Sudah ya Kak” Tuhan, mengapa kau memanggilnya???
“Bundaaaa……” treiakku memanggil bunda dari dalam kamar.
“ada apa Irfan?” Tanya bunda bingung
“aku ingin pindah ke IPA”
“apa? Apa maksutmu?” Tanya ayah yang ikut masuk kamar
“apa Bunda dan ayah tahu, aku tersiksa oleh IPS. Ayah dan bunda, tak pernah memberiku pilihan. Aku ingin IPA”
“jangan kau bersekolah jika kau tak bias mnegikuti keinginan ayah” ujar ayah
“kenapa aku harus mengikuti keinginan ayah?” berperang dengan semua keadaan. Aku tak tahu Tuhan, apa keinginanku. Kuoleskan semua tinta permanenku kehuruf S yang berada ditembok. Kini, aku menyukai IPA, bukan IPS. Kuketik surat untuk meminta pindah kelas ke IPA. Kuminta tanda tangan ayah, meskipun harus kena tamparan pedihnya.
“kau, tahu, kau sudah kelas XII. Kenapa kau mengambil keputusan seperti ini?”
“karena ayah, tidak pernah mendengar semua keinginanku” akhirnya kudapatkan tanda tangan ayah, setelah 2 kali kudapatkan tamparannya.
Kuajukan surat itu kesekolah, Pak Burhan menanggapinya. Semua bertanya ada apa dengan diriku. Tapi, aku tak punya alas an unutuk menjawabnya. Semua seklah IPSku terbengkalai, sekarang IPA adalah cita-citaku. Meskipun aku tahu, ini sangat berat bagiku.
Hari kelulusan tiba. Aku tak bisa berfikir tentang nilai sekolahku. Andaikan itu terburuk, bukankah kita harus tetap tersenyum? Bukankah hidup dan kehidupan adalah misteri? Sehingga semua tak bias ditebak. Bukankah hidup harus tetap mengalir seperti air pada sungai?
“selamat, kamu mendapatkan nilai terbaik. 9,5” kata Rio sambil menyalamiku. Tak ku sangka, jika kita memang bersungguh-sungguh, hasilnya pasti memuaskan.
Akhirnya, aku diterima difakultas terfavorit di Indonesia. Tidak seperti yang lain, aku bisa menyelesaikan study S1 kedokteranku selama 3 tahun. Setelah itu, kulanjutkan study S2 selama 3 tahun pula. Aku mendapat nilai terbaik di fakultas ini. Tuhan, kau memang sangat baik. Hingga hari ini, aku menerima hasil dari semua kerja kerasku. Aku diterima di rumah sakit terbaik dikotaku. Aku menjadi dokter yang sangat dihandalkan oleh semuanya. Ternyata, kesuksesan berasal dari dalam diri sendiri…
Pagi ini, cuaca sudah mendung. Matahari mungkin sedang bersedih, pikirku. Kutersenyum lebar selebar-lebarnya didepan cermin datar ini. Kumasukkan jaket putih bergaris biru muda kedalam tasku. Kupakai jas putih yang selalu menemaniku dalam keadaan sedih dan senang ini. Kuambil kunci motor didekat tumpukan buku-buku referensiku. Kuluncurkan roda motor maticku ke atas jalan raya. Mendung sekali, pikirku.
“pagi Kak Irfan” sapa salah satu cleaning service di sini.
“pagi” jawabku. Aku biasa dipanggil mereka dengan sebutan Kakak, karena aku yang paling muda diantara dokter-dokter yang lain. Kubuka pintu ruang kerjaku, dan kuletakkan tas dikursi.
Sepi sekali, pikirku. Kulihat arlojiku, Puku 9.00 pagi. Kubuka gadget,”Sembilan belas” ucapku. Seketika kudengar suara air hujan mengguyur genting gedung ini. Kudekati jendela dan kupastikan ini bukan hujan. Ternyata hujan, telah mengguyur kotaku. “hujan ini, mengingatkanku akan sebuha kenangan. Dimana aku, mulai memiliki rasa ingin tahu dan sangat ingin tahu. Kau telah membuatku berubah. Tetapi maaf, aku tak bias berhenti tuk menelusuri semua tentangmu” kataku sembari tersenyum.
Pukul 9.41, hujan reda. Sama seperti tahun-tahun yang telah berlalu, semua hujan turun pukul 9.00 dan berhenti pukul sepuluh kurang Sembilan belas menit. saat ini juga aku telah berdiri disebuah tempat. Tempatku menemukan arti hidup yang sesungguhnya. “bukankah hidup itu untuk tersenyum? Dan menghilangkan semua kebencian dan keburukan?” bukankah hidup dan kehidupan itu sebuah misteri? bukankah kehidupan itu harus tetap mengalir laksana sungai ini?” aku masih bisa mendengar ucapanmu.
Kulihat pandangan nan jauh disana, semakin kabur. Ternyata, sungai ini bergantung pada diriku sediri. Sungai ini kering, ketika aku merasa senang didekatmu. Kini, sungai ini mengalir dan tak pernah berhenti sejak hari itu. Hari dimana aku tau makna sebuah cinta.
Kudekati pinggiran sungai itu, kuletakkan setangkai lily yang kubawa dipinggiran sungai. Arus kencangnya membawanya sampai hilir. Kududuk dibawah pohon rindang ini, kubuka 2 lembar kertas kusam yang lipatannya sangat licin. Tak kubaca, kumasukkan kesebuah botol kaca yang kututul rapat. Kulemparkan botol itu, ke arah sungai. “semoga, kau nan jauh disana tahu bahwa aku sudah melupakanmu. Aku adalah aku, dan kau adalah engkau”

_Reyz_


by        : Always_susanti.corp  
publish : & dk_san

Tidak ada komentar:

Posting Komentar